Namanya Halimatunisa. Dia salah satu anak dari abangnya mama. Usianya 13 tahun. Kini dia menjadi anak bungsu di rumahku, setelah si Sameera. Kami memanggilnya Nisa. Nisa mulai tinggal di Manislor saat momen Clean The City 01 Januari 2017. Dia yang memaksa ayahnya untuk ikut ke Manislor. Ingin tinggal di Manislor. Ayahnya pun kaget, sama halnya seperti aku dan keluarga besar mama. Nisa selama ini justru paling tidak suka berlama-lama liburan di Manislor. Namun, di awal tahun 2017 dia membuat keputusan itu. Dan dia ikut ayahnya mudik tanpa sepengetahuan ibunya. Ibunya sibuk ikut qosidahan di RT dan RW. Setelah 2 pekan tinggal di Manislor, dia baru menceritakan alasannya ingin tinggal di Manislor. Dia selalu mimpi almarhum abah (ayahnya mama dan ayah dia). Dia merasa bersalah dan sedih, dulu dia tidak mau tau kabar abah. Sibuk dengan dunianya. Makanya, sekarang dia tidak mau menghilangkan kesempatan untuk kedua kalianya. Dia ingin menemani emak yang sudah tua. Dia pun kabur dari pondok pesantrennya.
Iya, dia dikompori oleh ibu dan saudara ibunya untuk pondok di pesantren. Pesantren yang khusus untuk baca alquran dan mendetoksifikasi orang sejenis Nisa yang kecanduan gadget, serta mendoktrin agar Nisa tidak ikut apa yang diyakini oleh ayahnya. Dan yang membuat kami kaget, ternyata pesantrennya masih di bawah binaan Arifin Ilham dan konco-koncone. Waw, bertolak belakang dengan keluarga di Manislor. Nisa sekarang memiliki cita-cita untuk bisa membaca Alquran dengan benar. Soalnya dia sangat sadar dengan disleksia yang dia bawa dari lahir. Baginya, dengan menguasai Alquran, itu sudah cukup menjadikannya seorang anak yang shalihah dan bisa selalu mendoakan kedua orangtuanya dengan makharijul huruf yang baik. Itulah latar belakang dia masuk pondok pesantren. Katanya dia mau menguasai Alquran dulu, baru melanjutkan sekolahnya di tingkat SMP.
Ayahnya sangat bahagia dia mau pindah ke Manislor. Sudah sejak lama ayahnya ingin anak-anaknya pindah. Namun pengaruh ibunya sangatlah kuat untuk anak-anaknya. 2017, tahun penuh karunia bagi Nisa. Karunia (yang menurutku) dari jawaban atas doa-doa, salah satunya doa-doa dari almarhum abah selama hidupnya. Kami selalu memikirkan anak-anak dari abangnya mama. Dibesarkan dari ibu yang hanya bai’at di formulir dan lingkungan Jakarta yang butuh tenaga ekstra untuk mendampingi tumbuh kembang anak.
Begitu tau Nisa tinggal di Manislor, aku pribadi sangat bahagia. Adik perempuanku akan bertambah satu. Memang dibutuhkan kesabaran saat berinteraksi dengannya. Sabar menyimak dia berbicara yang terpatah-patah dengan artikulasi yang kurang jelas. Sabar mencari metode yang pas untuk dia bisa menerima penjelasanku saat sedang belajar Alquran. Alhamdulillah si Sameera sudah lulus PPTQ juga. Jadi aku tak sendiri untuk berproses bersama Nisa.
Aku pernah bertanya kepada Nisa tentang alasan dia ingin bisa mengaji. Meski sangat sulit meluruskan lidahnya yang agak kelu untuk makharijul huruf yang benar. Dia menjawab dengan penuh optimis dan kepasrahan yang tulus bahwa Allah pasti akan membuka pola pikir Nisa dan membuka otak Nisa jadi cerdas. Dia optimis dengan menguasai Alquran, nanti Allah akan menguasai semua pelajaran di sekolah.
Alhamdulillah. waktu datang dia hanya hapal cangkem dengan artikulasi yang berantakan. Tapi kerja keras tak akan pernah mendustai hasil. Sekarang lidahnya tidak sekelu pertama kali dia datang ke Manislor. Dia tak pernah bosan untuk mengulang. Sehari bisa 5 kali dia mengaji iqra’. 30 menit setiap kali belajar. Jadi dalam sehari dia bisa menghabiskan 150 menit. Dan setiap mengawali mengakhiri belajar, dia selalu membaca doa untuk kedua orangtua. Dalam waktu belajar berarti 10 kali dia mendoakan orangtuanya. Belum lagi kalau shalat.
Alasan ayahnya tidak setuju dengan nisa pondok pesantren karena ayahnya tidak ingin keturunan-keturunannya keluar dari bahtera yang penuh nikmat. Nikmat yang paling utama dan gak semua orang bisa merasakannya adalah nikmat kenabian. Jadi, ayahnya ingin Nisa kembali ke asal. Ikut gaya hidup emak yang selalu melaksanakan seluruh ibadah fardhu dan sunnah. Bagi ayahnya, hidup satu rumah dengan emak sama saja seperti di ponpes. Bahkan lebih baik dari ponpes.
Ayahnya pernah cerita kepadaku saat aku masih lajang. Ayahnya sempat menyesal telah menikah dengan seorang perempuan yang baru bai’at karena ingin menikah dengannya. Sedangkan ayahnya Nisa keturunan dan seorang musi’. Awalnya ibunya Nisa aktif di organisasi. Ternyata berpura-pura pasti ada titik lelahnya. Saat anak ketiga lahir, ibunya kembali seperti dulu. Tak pernah menentang dengan lisan, tapi justru menentang dengan sikap. Seperti ikut kegiatan-kegiatan di luar organisasi, lebih prioritas dengan kegiatan sejenis efpei. Ayahnya Nisa tak menyalahkan ibunya Nisa. Semua salah ayahnya nisa. Dan beliau menasehatiku, agar tak sembarang memilih pasangan. Jangan asal membai’atkan seseorang karena pernikahan. Yang kasihan nanti anak-anak. Mereka akan kebingungan untuk ikut siapa. Jangankan sama yang bai’at karena pernikahan, yang jemaat keturunan saja kadang kita sering beda cara didik anak, dan akhirnya ribut. Ayahnya pun menasehatiku bahwa harus berhati-hati. Banyak yang ingin menghancurkan jemaat dari pernikahan. Mereka bai’at dengan modus menikahi anggota. Setelah punya anak, mereka akan kembali pada asalnya. Kalau lelakinya jemaat, bisa punya kekuatan untuk mempertahankan anak-anaknya. Sedangkan kalau perempuannya yang jemaat, pasti akan terbawa oleh suaminya, tapi keputusan terpahit yaa berpisah. Banyak sekali kejadia yang telah terjadi. Namun jarang dari kita mengambil pelajarannya. Intinya gak enak hidup dalam dua peta. Tegasnya begitu kepadaku.
Sekarang, perlahan beliau membawa satu per satu anaknya ke Manislor. Nisa adalah anak yang paling dekat dengan ayahnya. Dan paling taat dengan perkataan ayahnya. Sering diajak dalam kegiatan-kegiatan jemaat. Berbeda dengan dua orang saudara Nisa. Pengaruh ibunya sangat kuat melekat hingga darahnya. Kebenciannya terhadap jemaat sangat luar biasa. Aku pun tak paham, doktrin apa yang telah ditanamkan oleh ibunya hingga membentuk dua orang saudara Nisa yang seperti itu. Sekarang Nisa pun selalu berdoa agar ibu dan kedua saudaranya dilembutkan hatinya serta diberikan karunia untuk menerima kebenaran.
Aku semakin sayang kepada Nisa. Sama halnya seperti aku menyayangi adikku Sameera. Dia seorang anak kecil yang banyak sekali membawa hikmah kehidupan. Nisa adalah guruku. Yang mengajariku realitas kehidupan. Yang mengajariku bahwa pernikahan adalah pintu gerbang penentu maju mundurnya sebuah peradaban. Yang mengajariku arti sebuah kerja keras dan doa harus selaras. Yang mengajariku arti kesabaran dan ketulusan. Yang mengajariku bahwa hidup di dunia fana ini hanya sebentar. Yang mengajariku bahwa tak ada gunanya semua yang kita punya, tanpa belajar alquran. Dan banyak hal kain yang bisa aku pelajari dari seorang gadis kecil bernama Halimatunisa.
Terimakasih, Nisa. Kamu telah hadir di dalam kehidupanku, menambah warna dalam hari-hariku. Semoga Allah memberikanmu jodoh yang shalih yang berada dalam satu bahtera. Aamiin Allahumma aamiin.
Bagi teman-teman yang sudah terlanjur melangkah jauh, perbanyak istighfar dan berdoa agar pasangan dan anak keturunan diberikan karunia untuk menerima imam zaman yang membawa kebenaran. Semoga bukan kalian yang terseret arus akhir zaman. Berpegang teguhlah pada tali Allah agar kalian tidak terlempar dari bahtera nuh yang kokoh. Aku berdoa, semoga kalian diberikan kekuatan untuk membawa keluarga kalian berada dalam satu bahtera nuh di akhir zaman. Betapa indahnya hidup dalam satu peta yang sama. Berlimpah keberkahan yang tak akan pernah kita dapatkan di luar sana.
Dan bagi teman-teman yang masih lajang, atau memiliki saudara, anak, atau tetangga yang masih lajang; semoga kisah ini bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan siapa pasangan kalian. Ingat, Allah tidak menjodohkan kita pada satu pilihan. Allah menawarkan pilihan-pilihan jodoh untuk kita di setiap level. Tinggal kita yang memantaskan diri ingin berada pada level yang mana. Pikirkan masa depan keturunan kita. Sebab menikah bukan hanya setahun dua tahun. Bukan hanya untuk mengejar kebahagiaan duniawi semata. Menikah itu ibadah kepada Allah, yang kita kejar adalah keberkahan dan ridha Allah. Selamat memilih dan dipilih. Semoga kalian mendapatkan jodoh yang satu peta dan membawa keberkahan dalam hidup kalian. Sekian.
(Konstalasi orion – 17022017 – 01.00 am)